Wednesday, May 23, 2012

Inong Balee di Lahan Kakao

Adi Warsidi


Lahan kurang dari satu hektar itu bersih dari pohon besar. Pisang-pisang tumbuh berjejer setinggi dua meter melindungi tanaman kakao muda di bawahnya. Rumput berbagi ruang di sela-sela.

“Ini lahan saya, telah lima bulan ditanami bibit kakao program bantuan,” ujar Alawiyah, 37 tahun, sambil menunjuk kiri-kanan memberitahukan batas kebunnya, saat kami berkunjung awal Mei 2012 lalu.

Kulitnya sawo matang, sama dengan wajahnya yang tanpa polesan make-up. Alawiyah bukan perempuan biasa, dia adalah inong balee alias janda kombatan. Suaminya yang gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), meninggal pada 2004 saat saat konflik masih mendera Aceh.

Hidup menjanda, dia dan dua anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar menumpang dengan orang tuanya di Desa Kumbang, Kecamatan Mila, Kabupaten Pidie. Mereka menempati rumah panggung jauh dari kesan mewah.

Alawiyah mengaku minim mendapatkan bantuan. Dia menggantungkan hidupnya dari sepetak sawah dan kebun kakao milik orang tuanya. Bukan miliknya sendiri. Sampai kemudian dia terpilih untuk menjadi penerima manfaat Program Kakao Aceh yang difasilitasi oleh ActionAid Australia (AAA) dan Yayasan Keumang didanai Multi Donor Fund (MDF).

Perempuan itu termasuk dalam kategori petani lahan baru. Lahan miliknya yang terletak di kaki bukit adalah bekas hutan yang kemudian digarap masyarakat sekitar. Dia kebagian jatah sekitar satu hektar, setelah beberapa kawan almarhum suaminya memfasilitasi dan mengurus izin garap.

Lahan sempat terlantar lama, hanya diolah sebagiannya saja dengan tanaman cabe dan sayur-mayur lainnya. Program Kakao Aceh yang digulirkan akhir 2010 silam, membantu Alawiyah bersama puluhan petani lain di sana.

Sejak program berjalan, Alawiyah aktif mengikuti pelatihan-pelatihan. “Saya beberapa kali ikut pelatihan seperti pemangkasan dan teknik perawatan kakao lainnya,” ujarnya.

Bibit kakao untuk lahan baru diterimanya pada akhir 2011 lalu. Bibit unggul itu kemudian ditanami di lahan yang telah dibersihkan dan dipagari. “Kondisinya sekarang yang seperti ini, sudah baik,” ujarnya menunjuk.

Di lahan itu, sebagian besar bibit kakao tumbuh sekitar 60 sentimeter. Sebagian lagi masih terlihat kerdil karena musim kemarau yang melanda Aceh dan khususnya wilayah itu dalam dua bulan terakhir. “Program ini sangat membantu kami yang miskin,” ujarnya.

Alawiyah mengaku menaruh harapan besar pada tanaman kakao tersebut untuk biaya hidupnya dan anak-anak ke depan. Karenanya, dia selalu rajin membersihkannya dan merawat kakao muda. Saban hari diakuinya, kebun selalu dijenguk. “Harapan kami, bantuan seperti ini dapat terus ada untuk membantu kami.”

Tak hanya Alawiyah, inong balee yang dibantu bibit untuk lahan baru. Field Worker Yayasan Keumang, Hasbi mengatakan ada enam lainnya yang punya nasib sama. “Mereka memang saya pilih dulunya untuk mendapat bantuan dalam program ini,” ujarnya.

Hasbi merinci, di Desa Kumbang ada empat janda kombatan/anak (alm) kombatan yang dibantu, lainnya ada tiga di desa Blang Cut. Kedua desa itu berdekatan, areal lahan mereka pun berada dalam lokasi tak berjauhan.

Total keseluruhan di Kecamatan Mila, ada 20 orang yang mendapat bantuan bibit untuk lahan baru. Mereka mendapatkan bibit untuk ditanami pada lahan masing-masing sebesar setengah hektar lebih. “Yang laki-laki semuanya bekas kombatan GAM, yang perempuan kalau tak janda yang anak GAM yang sudah meninggal. Tapi semua mereka miskin,” kata Hasbi yang juga mantan petempur GAM.

Julian Ramli, 32 tahun, penerima manfaat lainnya di sana juga mantan pasukan GAM. Bekas anak buah Panglima Reubee ini mengakui Progran Kakao Aceh sangat membantu dirinya. “Saya baru kali ini pengalaman menanam kakao, mudah-mudahan akan berhasil,” ujarnya.

Pascadamai 2005, Julian nyaris tak punya penghasilan hidup. Dia bekerja membuat perabotan dengan penghasilan minim untuk menghidupi istri dan satu anaknya. Harapan kemudian bertaut menjadi petani kakao dengan bantuan awal, bibit kakao dari program kakao Aceh. “Mudah-mudahan ini menjadi penyemangat awal bagi saya untuk terus bangkit bertani kakao,” ujarnya.

Program bantuan bibit lahan baru memang diperuntukan untuk janda, petani miskin dan mantan kombatan. Direktur Yayasan Keumang, Yusri Yusuf mengatakan bibit unggul kakao untuk lahan baru adalah pilot project guna meningkatkan produksi kakao Aceh ke depan. Petani yang dibidik untuk lahan baru berjumlah 564 orang dengan jumlah bibit sekitar 262.500 untuk 300 hektar lahan tanam. Bibit dibuat dengan sistem cloning, dari tumbuhan induk yang bagus dan juga didatangkan dari Sulawesi. []