Thursday, February 25, 2016

Mata Biru Entah Kemana (2)

Rep: Adi Warsidi
[Liputan 10 tahun tsunami Aceh, Majalah Tempo Desember 2014]


“Kalau beruntung (menemukan keturunan Portugis), saat Idul Adha banyak keturunan Lamno yang balik kemari, untuk mengikuti tradisi Seumuleng (menyuapi raja),” kata Aksa Mulyadi, Juru Pelihara Makam Raja Daya.

Upacara adat Seumuleng Raja Daya adalah tradisi turun temurun yang dijaga oleh para keturunan raja dan warganya, berlangsung hingga kini. Keturunan Raja dihiasi dan diberi singgasana. Upacara itu berlangsung di Makam Raya Daya dan diikuti oleh ribuan warga Lamno yang datang dari berbagai penjuru.

Mata Biru Entah Kemana (1)

Oleh Adi Warsidi
[Liputan 10 tahun tsunami Aceh, Majalah Tempo Desember 2014]


Matahari tepat di atas kepala, saat kami tiba di ujung jalan Desa Gle Njong, Kecamatan Jaya atau kerap disebut Lamno. Di sebuah warung kopi, persis di sisi pantai yang telah berjejer batu-batu sebagai tanggul, kami singgah. Sepi, Jumat siang dan warga-warga sedang bersiap menuju Masjid.

Tak jauh dari warung, sebuah bukit tempat Raja-raya Daya bersemayam menghadap laut. Dari situ lah asal usul Kerajaan Daya bermula, menguasai wilayah Lamno dan menebarkan kemakmuran. Juga meninggalkan kisah tentang penjelajah bangsa Portugis, yang berbaur dengan warga dan menghasilkan keturunannya. Tsunami sepuluh tahun lalu, menorehkan kisah lain, mata biru entah kemana?