Adi Warsidi
Terletak sekitar 100 meter dari bibir pantai, mulut gua itu mengangga selebar satu kali gawang sepak bola, dengan tinggi mencapai 15 meter. Di sampingnya beberapa pohon dan semak belukar tumbuh. Sedikit ke dalam, semakin lebar.
Gua yang jarang dijamah mendadak terkenal, setelah para peneliti dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dan Earth Observatory of Singapore (EOS) menemukan jejak tsunami purba di dalamnya. Gua yang terletak sekitar 60 kilometer dari Banda Aceh, berada dalam kawasan Desa Meunasah Lhok, Kecamatan Lhoong. Warga setempat menyebutnya dengan nama Gua Ek Gleuntie (kotoran kelelawar).
Thursday, May 22, 2014
Hiphop dalam Balutan Aceh
Teks: Adi Warsidi | Foto: DOK HNS
Assalamualaikum peu haba/Kamo aneuk hiphop nanggro, soe nan gata/
Hana perle le that harta yang penteng beu na gaya/Aneuk gampong, aneuk ampon, sama saja//...
(Assalamuaikum apa kabar/Kami anak hiphop negeri, siapa nama anda/Tidak penting banyak harta, yang penting bergaya/Anak kampung, anak bangsawan, sama saja)
Kala Ahli Perang Beradu Pendekar Pecinan
Teks: Adi Warsidi | Foto: Nurdin
Delapan penari seudati meliuk-liuk maju mundur mengelilingi dua singa barongsai yang meloncat-loncat. Genderang pecinan berpadu syair Aceh.
Tari Seudati adalah tarian khas Aceh yang mengisahkan tentang kepahlawanan, yang dulunya kerap disajikan kepada prajurit untuk penyemangat perang. Sedangkan Barongsai adalah tarian legenda Cina, yang umumnya dibawakan ahli beladiri dalam berbagai agenda.
Subscribe to:
Posts (Atom)