Kawan, aku tersentak saat romantisme kau tawarkan. Ada keluguan dalam ketak-salahan ketika menyebut hanya senyum dan dengan senyum romatisme bisa dibangun. Itu sajakah? Dan tulisan kawan juga yang menggugah aku menuliskan senyum.
Kalau hanya senyum, siapapun mampu kapan saja bahkan dalam dusta. Aku mulai berpikir dan membuat analisa yang mungkin saja terlihat bodoh. Ketika di utara ada muka-muka tak berwajah seperti tembok, kadang di tempat ini kutuliskan juga sama. Bahkan aku sendiri seperti tembok, ketika senyum telah kuambil dan kutaruhkan di tembok belakangku.
Senyum yang semu tetap ada, dalam wajah mendung dan bukan berarti kugadaikan syukur. Karena senyum bukanlah syukur. Makanya aku lebih suka Peh Tem ketimbang Peh Besoe, karena dalam bunyi nyaring, aku terbawa iramanya dan minimal di situlah senyumku sendiri seperti orang gila.
Sementara Peh Besoe tak nyaring, apalagi besi berisi yang bisa membuat tangan bengkak dan jari-jari bernanah. Melunakkan besi butuh api yang asal muasal jin, setan dan iblis yang kerap tertawa terbahak-bahak melebihi senyum.
Aku lebih suka karet yang elastis. Atau ingin saja seperti Daud, sang Nabi yang mampu menempa besi dan membuat baju zirahnya sendiri untuk mengalahkan Goliath, raja raksasa kejam pada rakyatnya. Goliath sempat tersenyum ketika Daud menantang, lalu menangis.
Senyum tak selamanya romantis kawan. Sering kulihat tebaran senyum dengan bibir miring sebelah, sakitnya lebih menyayat daripada dibentak amarah dan dipukul besi. Aku tak suka senyum yang dibuat dengan lawak murahan, senyum yang dibuat dalam ketidak-pastian hingga terpaksa tersenyum.
Kalau hanya senyum, Hitler pun tersenyum ketika membantai kaum Yahudi, hingga memicu perang. Dan mengutip Iwan Fals; Kalau hanya senyum yang kau berikan, Westerling pun tersenyum...
Padahal Raymond Westerling adalah pembunuh, yang memimpin pembantaian ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan bersama pasukan Belanda berjuluk Depot Speciale Troepen, pada Desember 1946 sampai Februari 1947. Konon, pembantaian itu terjadi selama operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan).
Senyum itu tak selamanya romantis kawan, karena cinta kadangkala bukan dengan senyum, tapi ikhlas. Dan ketidak-ikhlasan muncul ketika kita tahu, kenapa ada wajah yang seperti tembok. ***
Akhir Agustus 2008
No comments:
Post a Comment