Friday, August 29, 2008

SENYUM

By: Adi Warsidi

Kawan, aku tersentak saat romantisme kau tawarkan. Ada keluguan dalam ketak-salahan ketika menyebut hanya senyum dan dengan senyum romatisme bisa dibangun. Itu sajakah? Dan tulisan kawan juga yang menggugah aku menuliskan senyum.

Kalau hanya senyum, siapapun mampu kapan saja bahkan dalam dusta. Aku mulai berpikir dan membuat analisa yang mungkin saja terlihat bodoh. Ketika di utara ada muka-muka tak berwajah seperti tembok, kadang di tempat ini kutuliskan juga sama. Bahkan aku sendiri seperti tembok, ketika senyum telah kuambil dan kutaruhkan di tembok belakangku.


Senyum yang semu tetap ada, dalam wajah mendung dan bukan berarti kugadaikan syukur. Karena senyum bukanlah syukur. Makanya aku lebih suka Peh Tem ketimbang Peh Besoe, karena dalam bunyi nyaring, aku terbawa iramanya dan minimal di situlah senyumku sendiri seperti orang gila.

Sementara Peh Besoe tak nyaring, apalagi besi berisi yang bisa membuat tangan bengkak dan jari-jari bernanah. Melunakkan besi butuh api yang asal muasal jin, setan dan iblis yang kerap tertawa terbahak-bahak melebihi senyum.

Aku lebih suka karet yang elastis. Atau ingin saja seperti Daud, sang Nabi yang mampu menempa besi dan membuat baju zirahnya sendiri untuk mengalahkan Goliath, raja raksasa kejam pada rakyatnya. Goliath sempat tersenyum ketika Daud menantang, lalu menangis.

Senyum tak selamanya romantis kawan. Sering kulihat tebaran senyum dengan bibir miring sebelah, sakitnya lebih menyayat daripada dibentak amarah dan dipukul besi. Aku tak suka senyum yang dibuat dengan lawak murahan, senyum yang dibuat dalam ketidak-pastian hingga terpaksa tersenyum.

Kalau hanya senyum, Hitler pun tersenyum ketika membantai kaum Yahudi, hingga memicu perang. Dan mengutip Iwan Fals; Kalau hanya senyum yang kau berikan, Westerling pun tersenyum...

Padahal Raymond Westerling adalah pembunuh, yang memimpin pembantaian ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan bersama pasukan Belanda berjuluk Depot Speciale Troepen, pada Desember 1946 sampai Februari 1947. Konon, pembantaian itu terjadi selama operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan).

Senyum itu tak selamanya romantis kawan, karena cinta kadangkala bukan dengan senyum, tapi ikhlas. Dan ketidak-ikhlasan muncul ketika kita tahu, kenapa ada wajah yang seperti tembok. ***

Akhir Agustus 2008

Tuesday, August 12, 2008

Perjuangan Parlok di Aceh

By: Adi Warsidi

Pemilu 2009 di Aceh bakal unik, karena selain Partai Nasional, enam Partai Lokal juga bakal mengisi pertarungan kursi legislatif di tingkat daerah.

Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, yang bertangung-jawab terhadap pemilu 2009 di Aceh, telah menetapkan enam Partai Lokal lulus verifikasi. Mereka adalah, Partai Rakyat Aceh (PRA), Partai Aceh (PA), Partai Bersatu Aceh (PBA), Partai Aceh Aman Sejahtera (PAAS), Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA) dan Partai Daulat Atjeh (PDA).

Jelang pemilu 2009, partai lokal tersebut juga menebar taktik di lapangan, mengklaim dirinya terbaik. Masa kampanye terbatas yang telah dimulai sejak pertengahan Juli 2008 lalu, dipakai partai lokal dan partai nasional untuk sosialisasi internal dan pembinaan kader.


Saat ini partai lokal juga sibuk menjaring calon anggota legislatif daerah yang akan mewakili mereka nantinya. “Kita mengadakan test bagi kawan-kawan untuk calon legislatif dari tanggal 6 sampai 15 Agustus mendatang,” sebut Thamren Ananda, Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Aceh (PRA), di Banda Aceh (08/08).

Thamren Ananda sesumbar partainya akan menjadi partai yang besar. Pihaknya sedang sibuk mengisi masa kampanye terbats dengan membina kader dan memasang bendera di jalan-jalan untuk sosialisasi partainya. “Kami menargetkan dapat memenangkan kursi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/kota (DPRK), sekurang-kurangnya satu fraksi,” sebutnya.

Partai lokal ini dibangun oleh anak-anak muda mantan aktivis mahasiswa dulunya, serta masyarakat kecil lainnya. Akibatnya, pengakuan Thamren, mereka harus menggalang dana dari kader partai sendiri. Di sinilah salah satu kendala partai berlambang bintang kuning ini bergerak. “Karena kami bukan didirikan oleh pengusaha dan orang kaya,” sebutnya.

Penggalangan dana murni dari rakyat dan sudah lama berjalan. Tak hanya dana, tapi juga berupa material dan apapun yang dibantu kader. Kasarnya, seribu rupiah pun mereka kumpulkan dari sumbangan pendukung. “Ini sudah jalan dan pelan-pelan kendala logistik teratasi,” sebutnya. Thamren menolak menyebutkan berapa dana yang telah mereka kumpulkan untuk memperkuat kampanye.

Kendala lainnya, ada kelompok tertentu yang tidak terdeteksi (tidak jelas) yang menekan kader PRA di daerah-daerah. Bentuk ancamannya memang sebatas isu agar PRA jangan boleh ada di beberapa kecamatan wilayah Aceh. “Calon legislatif dari PRA juga ada yang mendapat tekanan, tidak jelas siapa yang menyebarkan isu, tapi beredar di masyarakat.”

PRA tak ambil pusing tekanan itu. Kader partai terus membina hubungan dengan siapa saja, baik masyarakat umum, kader partai lokal dan nasional lainnya. Menurutnya, jumlah struktur pengurus PRA yang telah didaftarkan ke KIP Aceh tersebar pada 18 kabupaten/kota di Aceh. Kemudian setingkat di bawahnya ada 176 kecamatan. Kata Thamren, anggota berjumlah; 54 orang di provinsi, 561 orang di kabupaten/kota dan 5.701 orang di kecamatan.

Soal afiliasi politik, banyak partai nasional yang mengajak melakukan afiliasi politik dengan PRA. Thamren menyebutkan, sejauh ini pihaknya masih pada keputusan tidak melakukan kerjasama secara lembaga dengan partai nasional. “Kita tidak akan melakukan afiliasi politik dengan partai nasional.”

Tetapi secara personal, mereka membebaskan kadernya untuk mendukung siapa saja wakil partai nasional yamng mencalonkan diri menjadi Calon Legislatif di Nasional. Tapi itupun harus calon yang tidak jahat, bukan koruptor dan tidak poligami.

Salah satu program kerja yang dipunyai PRA adalah memperjuangkan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) Aceh bisa dinikmati rakyat. Artinya, setiap investor yang akan membuka industri di Aceh, harus berbagi hasil dengan rakyat dan pemerintah Aceh, minimal fifty-fifty. Uang tersebut nantinya akan dipergunakan untuk mensubsidi pendidikan dan kesehatan gratis. Kemudian, PRA juga punya program pembukaan lapangan kerja yang lebih besar di Aceh. “Minimal nanti, kami bisa menekan angka pengangguran,” katanya.

Di kubu lain, Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA) juga sedang gencar melakukan pembinaan kader mereka menjelang pemilu 2009. Kader partai ini kurang lebih sama dengan PRA, didirikan oleh anak muda yang mantan aktivis dulunya.

Kendala yang mereka hadapi salah satunya adalah mepetnya jadwal yang telah dibuat oleh KIP Aceh. “Kampanye terbatas, kami isi dengan pembinaan kader dan penjaringan caleg,” sebut Taufik Abda, Ketua Partai SIRA.

Taufik menyebut, mereka punya kekuatan pengurus 5.000 orang. Kadernya sampai ke pedesaan mencapai 25.000 orang. Pembinaan kader dilakukan melalui pendidikan politik. Mereka menamakannya Sekolah Politik SIRA. Di sana diajarkan dari analisa politik sampai kepada legislative skill.

Lainnya adalah soal dana. Mereka juga menghadapi keterbatasan dana. Pihaknya terpaksa melakukan penggalangan dana ke kader dan meminjam dana dari kader yang dianggap berkantong tebal. Sejauh ini, belum ada kalkulasi berapa dana yang dibutuhkan partai SIRA dalam menghadapi Pemilu 2009. “Kami akan mengadakan Rapat Kerja Bapilu (Badan Pemenangan Pemilu –red) pada 19 Agustus nanti,” ujar Taufik.

Program kerja yang menonjol dari parta ini adalah memperkuat pemerintahan Aceh nantinya yang sesuai dengan Undang Undang no 11 tahun 2006, tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Artinya, pemerintah Aceh harus mempunyai kewenangan besar seperti yang diatur dalam UU tersebut. “Ini supaya benar-benar diwujudkan.”

Kemudian juga soal kemandirian ekonomi Aceh. Membalikkan kondisi Aceh yang selama ini konsumen menjadi produsen. Dan yang terpenting adalah merawat perdamaian berkelanjutan di Aceh.

Terkait afiliasi politik dengan partai nasional, Partai SIRA belum menetapkan suatu keputusan apapun. Taufik mengakui sejauh ini ada beberapa Partai Nasional dan kadernya yang mengajak afiliasi. “Kami belum memutuskan apapun sampai saat ini,” sebutnya.

Kendati demikian, dia mengakui terus membangun komunikasi politik dengan para kader partai nasional, tetapi lebih secara personal.

Partai Aceh (PA) juga sedang gencar kampanye terbatas dengan menyebarkan spanduk di seluruh daerah Aceh. Partai ini dipimpin oleh para punggawa Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dulunya. Juru bicara Partai Aceh, Adnan Beransah menyebutkan setelah partainya dinyatakan lewat verifikasi untuk tahap propinsi, mereka akan terus berupaya mensosialisasikan PA di seluruh kabupaten/kota yang ada di Aceh. Partai ini didukung oleh sebagian besar mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dulunya.

Adnan mengakui punya pengurus pada seluruh kabupaten/kota di Aceh, artinya ada 23 kantor di daerah. Soal target, PA memasang tertinggi. “Target maksimal partai, dapat memperoleh setengah kursi di DPRA/DPRK seluruh kabupaten/kota di Aceh.”

Dia menjelaskan, Partai Aceh merupakan milik bersama masyarakat Aceh. Semua orang berhak memiliki partai tersebut, yang merupakan salah satu amanat dari Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Programnya adalah merawat perdamaian abadi. “Dengan perdamaian abadi, semuanya bisa dilakukan di Aceh,” ujarnya.

Lainnya adalah menguatkan platform Partai Aceh untuk negosiasi politik dengan pusat. PA berkeinginan untuk memperkuat kewenangan pemerintahan sendiri di Aceh yang sesuai dengan amanat MoU Helsinki dan UUPA.

Pengakuan Adnan, sejauh ini mereka tidak punya kendala apa-apa lagi. Soal dana, mereka mendapat sokongan kuat dari rakyat. Misalnya untuk cetak stiker, baju partai dan spanduk, itu umumnya dilakukan oleh personal kader PA. Sehingga pengurus partai tidak perlu memikirkan banak soal hal kecil seperti itu. Mereka juga belum punya keputusan terkait afiliasi politik dengan partai nasional.

Kampanye terbatas saat ini, mereka juga mengisi dengan pembinaan kader. Agar semua SDM yang ada mampu meningkatkan pengetahuan politik mereka. “PA sudah siap semuanya, tidak ada masalah berarti,” sebutnya.

Dari kubu partai Partai Daulat Atjeh (PDA), Ketua III Partai, Tgk Nurkhalis MY menjelaskan pihaknya belum berpikir jauh soal target kursi yang didapat nantinya. Masa kampanye terbatas mereka isi juga dengan sosialisasi ke masyarakat dan kader partai.

Partai ini disokong oleh sebagian ulama Aceh dan para santrinya serta masyarakat yang pro terhadap syariat Islam. Metode pembinaan kader pun lebih ke dakwah. Program utamanya adalah membuat ruh Islam dalam setiap tatanan kehidupan dan kebijakan politik di Aceh. Termasuk juga kebijakan pendidikan dan lainnya.

Kata Nurkhalis, partainya punya komitmen berpihak kepada rakyat, taat dan patuh pada fatwa ulama. Kebijakan secara umum? “Kami ingin melahirkan kebijakan pemerintahan yang dihasilkan oleh anggota dewan dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah,” katanya.

Kendala utama ada pada dana. “Makanya bendera kami tidak terlalu banyak di jalan-jalan,” ujar Nurkhalis.

Kendala itu diatasi dengan memberikan keleluasaan kepada calon legislatif dari PDA mencari dana sendiri. Tentunya dibawah kontrol dari petinggi partai. Saat ini pihaknya belum punya keputuan untuk berkoalisi dengan parlok lain atau partai nasional.

Sementara itu, Partai Aceh Aman Sejahtera (PAAS) yang diketuai oleh Ghazali Abbas Adan juga mengaku siap bertarung. “Pemilu ke depan harus beradap, kami tidak menginginkan adanya politik preman, yang melakukan pemaksaan kepada para pemilih untuk mendukung salah satu parpol.”

Mereka telah melakukan berbagai sosialisasi dan memperkenalkan partainya. PAAS yang telah memiliki DPW di 19 kabupaten/kota ini, belum bisa menargetkan kuota kursi di parlemen. “Semuanya tergantung dari masyarakat nantinya dalam pemilihan yang akan dilakukan pada pesta demokrasi 2009,” kata Ghazali Abbas yang pernah menjadi salah satu calon gubernur dalam Pilkada akhir 2006.

Pertai lokal lainnya adalah Partai Bersatu Aceh (PBA). Diketuai oleh Ahmad Farhan Hamid, yang juga seorang anggota DPR-RI dan mantan politisi Partai Amanat Nasional (PAN). Farhan mengatakan, pihaknya sedang melakukan sosialisasi besar-besaran di Aceh.

Kemungkinan parlok itu berkoalisi juga dibuka lebar. Tapi sejauh ini, PBA juga belum memutuskan soal itu. Partai ini sudah memiliki DPW di 18 kabupaten/kota. “Kami belum menargetkan kursi yang akan dicapai nantinya,” jelas Farhan.

Partai-partai lokal ini terus bergerilya, mencari dukungan masyarakat dan memasang target. Tujuan pemenangan Pemilu 2009.

***
Pengurus partai nasional di Aceh juga sedang gencar melakukan kampanye politik. Pada umumnya mereka menyambut baik hadirnya partai lokal di Aceh. Katua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Aceh, Azwar Abu Bakar menyebutkan kehadiran partai lokal bukanlah lawan untuk ditakuti, tapi harus menjadi patner untuk memperjuangakan hak-hak rakyat. “Semua kita sama untuk memajukan Aceh ke depan yang lebih damai, aman dan sejahtera.”

“Kami senang dengan kehadiran partai lokal dalam kancah perpolitikan di Aceh,” tambah Azwar. Saat ini, pihaknya sedang melakukan sosialisasi terhadap kadernya serta melakukan pendekatan dengan masyarakat.

Partai Golongan Karya (Golkar) Aceh juga melakukan hal sama, mengisi masa kampanye terbatas dengan kegiatan pelatihan peningkatan wawasan kader untuk menggaet simpatisan calon pemilih pada Pemilu 2009.

"Pelatihan kader ini penting dilakukan untuk membuka wawasan kader, agar mampu berkomunikasi dengan masyarakat calon pemilih di daerahnya masing-masing secara lebih baik terhadap berbagai isu aktual, baik nasional maupun lokal," kata Ketua DPD Partai Golkar Aceh, Sayed Fuad Zakaria.

Kehadiran partai lokal di Aceh menurutnya akan menambah tantangan bagi Golkar. Soal afiliasi dengan partai lokal, Golkar membuka kesempatan lebar bagi partai lokal mana saya yang menginginkannya. Hal itu juga telah dikabarkan ke pimpinan umum di Jakarta.

Secara formal, hal itu diakui Sayed Fuad belum ada keputusan final, dengan partai mana Golkar akan bergandeng di Aceh. Tetapi secara informal pihaknya terus mengadakan komunikasi politik untuk melahirkan rekomendasi yang baik nantinya. “Afiliasi politik terbuka lebar, asal sesuai dengan tujuan dan kepentingan Partai Golkar,” ujar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) itu.

Soal prediksi partai lokal lebih unggul di Aceh, Sayed Fuad menyebutkan bisa saja hal itu terjadi. “Animo masyarakat untuk memilih partai lokal akan besar, tapi kita tetap akan berusaha semaksimal mungkin.”

***
Pemilu 2009 bakal ramai di Aceh, taktik dilancarkan oleh 34 partai nasional dan 6 partai lokal. Pengamat Politik Aceh M Jafar menyebutkan kecil kemungkinan pemilu di Aceh akan ricuh. “Dari segi jumlah peserta, semakin besar peserta kemungkinan ricuh semakin kecil,” sebut akademisi dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) itu.

Faktor lain yang bisa mengakibatkan kacaunya Pemilu di Aceh bisa dimungkinkan dengan (misalnya) peraturan yang tidak jelas dipahami oleh peserta. Kemudian juga kalau penyelenggara pemilu nantinya berpihak ke satu partai. “Di sini penting kesadaran peserta itu sendiri,” sebutnya.

Penilaian Jafar, partai lokal belum begitu siap dalam menghadapi pesta demokrasi pemilu 2009. Terutama pembentukan struktur dan kepengurusan yang belum optimal sampai ke desa-desa. Lainnya ada indikasi partai lokal yang sulit mencari calon legislatif yang memenuhi syarat, termasuk kuota keterwakilan perempuan 30 persen.

Pengalaman Jafar yang juga mantan Ketua KIP Aceh periode lalu, dalam beberapa kesempatan menjadi pemateri terkait kesiapan partai, muncul sebuah kasus dimana tingkat pengetahuan kader partai lokal dalam memahami pemilu, kurang. “Banyak yang belum paham tentang jumlah kursi dan jumlah pemilih,” ujarnya. Dalam hal ini, perlu adanya sebuah sosialisasi yang kuat dalam internal partai sendiri.

Soal afiliasi politik, Jafar menyebutkan sangat perlu dilakukan partai lokal. Tapi sejauh ini, dia belum melihat jelas ke arah itu. Artinya belum mengarah adanya partai lokal yang melakukan afiliasi politik dengan partai nasional.

Secara kelembagaan, afiliasi penting karena partai lokal hanya bisa mencalonkan diri sebagai anggota dewan di tingkat daerah, tidak di tingkat pusat. “Dengan adanya afiliasi, mereka setidaknya juga bisa memperjuangkan partai dan daerah Aceh di tingkat pusat,” sebutnya.

Jafar berharap, pemilu 2009 di Aceh bisa berjalan damai dan aman. Semua kader partai bisa menjaga perdamaian abadi di Aceh yang telah terjaga selama tiga tahun.

Andi Firdaus, warga Banda Aceh juga mengharapkan hal yang sama. Partai lokal dinilai merupakan hal baru. Ini setidaknya akan menjadi contoh yang baik bagi pembelajaran politik kepada masyarakat di Aceh khususnya Indonesia umumnya.

Selanjutnya, dia menyebut kehadiran partai lokal di Aceh jangan hanya menjadi euforia politik di Aceh. tetapi dengan adanya partai lokal, haruslah membawa misi perubahan yang menyeluruh di Aceh. “Jadi manfaatnya jangan hanya untuk pengurus partai saja, juga untuk rakyat.”

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengatakan, perlunya partisipasi masyarakat untuk menciptakan pemilu yang demokratis dalam tahapan-tahapan pemilu 2009 di Aceh. “Ini penting, karena agenda politik yang sedang berlangsung pada tahapan pelaksanaan kampanye ini diharapkan menjadi ajang kompetisi penyampaian program pembangunan dari masing-masing kontestan,” kata Irwandi.

Dia berharap pada pemilu nanti tidak ada pemaksaan aspirasi politik kepada masyarakat di Aceh. “Biarkan masyarakat menilai, untuk menentukan pilihan rasional (rational choice) pada pemungutan suara pemilu legislatif April 2009 nantinya,” kata Irwandi.

Saat penutupan Rapat Koordinasi Pimpinan Daerah (Rakorpimda) Aceh, 7 Agusutus 2008, Wakil Gubenur Aceh, Muhammad Nazar menyebutkan enam Partai Lokal (Parlok) di Aceh sudah sepakat untuk mendukung pemilu damai dan berjanji tidak ada pemaksaan dalam pencoblosan nantinya.

Pemerintah Aceh sangat mengharapkan komitmen tersebut, agar pemilu di Aceh berjalan demokratis. “Kita harus memberi contoh yang baik, bahwa pemilu di Aceh dapat berlangsung damai, biarpun baru terlepas dari konflik yang sangat panjang.”

Nazar menyebutkan Pemerintah Aceh sudah meminta Komisi Independen Pemilihan (KIP) untuk dapat mengambil peran dalam menciptakan pemilu damai tersebut. “Kita minta KIP dapat memberi sanksi keras terhadap partai politik yang berbuat curang,” ujarnya.

Bupati dan Walikota se-Aceh juga sepakat untuk mengundang pemantau Internasional dan pihak independen untuk memantau pemilihan umum (Pemilu) yang akan berlangsung April 2009 mendatang di Aceh.

Kesepakatan tersebut adalah salah satu hasil Rakorpimda Aceh. “Semua Bupati dan Walikota, sepakat adanya pemantau asing di Aceh, dan semua mereka menginginkan pemilu berlangsung dengan damai,” kata Muhammad Nazar.

Partai nasional dan lokal di Aceh terus berjuang mengumpulkan simpati warga. Semua berharap, pemilu di Aceh bisa berlangsung damai, agar perdamaian yang telah diraih bisa abadi. [*]

Koran Tempo, 11 Agustus 2008

Saturday, August 9, 2008

Munafik

By: Adi Warsidi

Aku munafik jika menolak uang, yang kutahu halal untuk dimakan. Bahkan kadang ada yang haram dalam pandangan orang-orang. Tapi aku tak ingin melabelkan halal-haram seperti pada kemasan makanan ringan. Karena mungkin kita tak tahu teori Tuhan, dan malas bertanya.

Aku munafik jika loyal pada kursi tempatku, karena aku malu kepada guru semasa kecil yang mengajar; ‘bahwa loyal-lah pada perkerjaan, karena itu amanah’. Aku bahkan masih menimbang maksud ‘amanah’ guru ku sampai sekarang.


Tak ingin seperti umumnya wakil kita yang mendapat kursi, sampai lupa pada yang memberi di bawahnya. Tak ingin seperti Qabil, anak Adam yang rela membuhuh saudaranya Habil, demi si cantik kembarannya Aklima. Yang mungkin demi memberi pelajaran membunuh kepada manusia seterusnya.

Aku tak ingin seperti Sultan Iskandar Muda, yang pada tahun 1629 membunuh anaknya untuk menahan malu, -mungkin- karena kabar putra mahkota telah berzina. Tega menyembunyikan cinta, padahal para hakin dan orang dekat istana telah peringatkan sultan agar memaafkan pangeran. Hingga muncullah sebuah petuah yang hingga kini abadi; “Mate aneuk meupat jrat, mate adat pat tamita” (Mati anak jelas kuburan, mati adat-istiadat tak akan jelas keberadaannya).

Aku ingin saja seperti Ken Arok, perampok yang kemudian mendirikan kerajaan Singosari di Jawa sana. Dia membunuh Tunggul Ametung yang durhaka pada rakyat dengan keris made in Mpu Gandring, setelah membunuh terlebih dulu pembuat keris itu. Lalu dia mengambil janda Tunggul Ametung yang terkenal cantik, Ken Dedes.

Boleh Ken Arok mati kemudian setelah disuruh bunuh oleh anak tirinya, tapi dia telah mengubah nasib dan dikenang sampai sekarang. Perampok yang menjadi raja.

Aku tak munafik menolak juara, karena bagiku itu tak penting. Juara hanya label. Aku takut tak pantas juara itu ditabalkan pada yang belum mampu, kendati yang sering dikerjakan orang-orang yang tak mendapat piala, jauh di atas prediketnya.

Akibatnya aku tak ingin memimpin, karena sebenarnya aku takut, energiku tak mampu menggerakkan orang lain ke arah suatu tujuan. Kata-kata ku juga lemah dan kadang tak didengar. Aku tidak seperti mantan budak barbar bernama Tariq bin Ziyad yang menjadi pemimpin besar Islam penakluk Eropa.

Tariq punya ucapan yang cukup terkenal ketika memerintahkan pasukannya membakar kapal-kapal mereka sendiri. “Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini, atau kita semua syahid.”

Aku munafik, kalau berkata tak ingin seperti Tariq. [*]

Banda Aceh, Agustus 2008