Thursday, May 22, 2014

Kala Ahli Perang Beradu Pendekar Pecinan



Teks: Adi Warsidi | Foto: Nurdin

Delapan penari seudati meliuk-liuk maju mundur mengelilingi dua singa barongsai yang meloncat-loncat. Genderang pecinan berpadu syair Aceh.

Tari Seudati adalah tarian khas Aceh yang mengisahkan tentang kepahlawanan, yang dulunya kerap disajikan kepada prajurit untuk penyemangat perang. Sedangkan Barongsai adalah tarian legenda Cina, yang umumnya dibawakan ahli beladiri dalam berbagai agenda.

Unik dan menghibur, ketika dua tarian itu digabungkan dalam satu pentas, saat suasana perayaan Imlek di Aceh. Berlangsung di komplek Stadion Harapan Bangsa, Ahad 2 Februari 2014, ratusan warga terhibur dengan alunan genderang Barongsai beriringan dengan lantunan syair Seudati dalam bahasa Aceh.

Dentum genderang Barongsai ibarat permulaan perang disambut Serune Kale (seruling) Seudati mengawali syeh (pemimpin seudati) melantunkan syair-syair pengiring. Dua singa meloncat-loncat memadu gerakan dengan penari seudati yang mengelilingi, sesekali memukul daya.

Penonton riuh mengabadikan dengan kamera dan telepon selulernya. “Saya baru pertama melihat Barongsai dan Seudati bisa dimainkan bersama,” ujar Yanti, seorang warga.

Terkagum-kagum, Yanti enggan beranjak sampai para pemain bubar. Beberapa anak, muda-mudi juga kemudian berebut ingin berpose di samping dua Barongsai yang merah dan kuning.

Pengurus Kelompok Barongsai Macan Putih, Kriswan alias Apow mengatakan penampilan anak didiknya bersama Grup Seudati Nurul Alam, adalah yang pertama. Melalui latihan yang sulit di masa awal, sampai menemukan keharmonisan. “Latihan hanya satu minggu menjelang acara,” ujarnya.

Awalnya memang terasa janggal, tetapi kedua grup terus mencari keseragaman gerak dan iringan musik. Persamaan didapat pada gerakan kedua tarian itu, yang mempunyai alur sama, ditampilkan dengan semangat dan kelincahan.

Keinginan Apow menggabungkan dua budaya dalam satu penampilan tersebut adalah keinginan sejak setahun lalu. Diam-diam, anak-anak Barongsai Macan Putih yang etnis Tionghoa juga mengagumi Tari Seudati yang sudah terkenal di Aceh.

Keduanya, kata Apow punya kesamaan budaya. Seudati sebagai tarian penyemangat perang yang sarat petuah, sedangkan Barongsai adalah tarian dengan dasar beladiri para pendekar pecinan. Barongsai kerap dimainkan saat hari-hari besar etnis Tionghoa, misalnya menyambut tahun baru Imlek dan Cap Go Meh.

Sukses pada penampilan tersebut, membuat hasrat grup Barongsai untuk mencobanya dengan tari-tari lain yang terkenal di Aceh. “Tujuannya untuk kalaborasi budaya dan memperkuat hubungan antar etnis.”

Sementara itu pemerhati budaya Aceh, Iskandar Norman mengatakan Seudati dulunya dimainkan oleh mereka yang menyebarkan dahwah Islam ke Aceh. Kata Seudati sendiri berasal dari bahasa Arab, Syahadatain atau Syahadati yang berarti kesaksian atau pengakuan.

Dalam masa perang melawan kolonial Belanda, tari seudati kemudian banyak dimainkan untuk menyemangati prajurit yang hendak bertempur melawan penjajah. Syairnya diciptakan oleh ulama-ulama dan ahli perang.

Seudati menonjolkan tepukan dada yang menderap serentak sehingga mengeluarkan suara keras yang membahana, ketip jemari, jerak tangan yang seragam dan lantunan irama yang harmonis. “Ini juga yang membuatnya menjadi tontonan yang heroik, romantis dan indah,” kata Iskandar. ***

No comments: